Selasa, 09 April 2013

Hakikat keragaman dan kesetaraan manusia sebagai kekayaan sosial budaya

Hakikat keragaman dan kesetaraan manusia sebagai kekayaan sosial budaya
Makalah ini disusun untuk tugas Mata Kuliah Ilmu Sosial Budaya Dasar

Dosen Pembimbing Abdul Roziq Asrori, Msi.


Disusun oleh :

Any Setyawati
Dessy Lianawati
Partiyah
Laili Chusna
Laili Masruroh
Pipit Sri Wahyuningsih
F Dewanti Novitasari
(11187203004)
(11187202006)
(11187203010)
(11187202025)
(11187203027)
(11187203028)
(11187203031)




Program Studi Pendidikan Ekonomi Sekolah Tinggi Keguruan Dan Ilmu Pendidikan ( STKIP ) PGRI Tulungagung
April 2013
Kata Pengantar

            Dengan memanjatkan puji syukur kehadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan rahmat-Nya. Shalawat  dan  salam  selalu tercurahkan kepada Rasulullah SAW. Sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini dengan judul “Hakikat Keragaman dan Kesetaraan Manusia sebagai Kekayaan Sosial Budaya”
Penyusunan makalah ini disusun sebagai salah satu syarat dalam Materi Kuliah Bimbingan dan Konseling dalam Program Studi Pendidikan Ekonomi di Sekolah Tinggi Keguruan dan Ilmu Pendidikan (STKIP) PGRI Tulungagung.
            Penyusun menyadari bahwa berkat bantuan dari berbagai pihak, maka makalah ini dapat tersusun, untuk itu maka penulis sampaikan rasa terima kasih yang tak terhingga kepada:
1.         Drs. Djoko Edi Yuwono, M.M, Ketua Sekolah Tinggi Keguruan dan Ilmu Pendidikan (STKIP) PGRI Tulungagung, yang telah memberikan izin pembuatan makalah ini.
2.         Drs. Imam Sujono, M.M, Ketua Program Studi Pendidikan Ekonomi.
3.         Abdul Roziq Asrori, Msi., Dosen mata kuliah Ilmu Sosial Budaya Dasar, yang telah membimbing dalam penyusunan makalah ini.
4.         Mahasiswa Program Studi Ekonomi kelas 4A  tahun 2013, yang turut aktif membantu dalam penyusunan tugas atau materi ini, tidak sedikit hambatan yang penulis hadapi.
Namun penulis menyadari bahwa kelancaran dalam penyusunan materi ini tidak lain berkat bantuan, dorongan, dan bimbingan orang tua, sehingga kendala-kendala yang penulis hadapi teratasi.
Makalah ini disusun agar pembaca dapat memperluas wawasan. Yang kami sajikan berdasarkan pengamatan dari berbagai sumber informasi, referensi, dan berita. Makalah ini disusun oleh penyusun dengan berbagai rintangan. Baik itu dating dari diri penyusun maupun yang datang dari luar. Namun dengan penuh kesabaran dan terutama pertolongan dari Allah SWT akhirnya makalah ini dapat terselesaikan.
Semoga makalah ini dapat memberikan wawasan yang lebih luas dan menjadi sumbangan pemikiran kepada pembaca khususnya. Saya sadar bahwa makalah ini masih banyak kekurangan dan jau dari sempurna. Untuk itu,  kepada  dosen  pembimbing  saya  meminta  masukannya  demi  perbaikan  pembuatan  makalah  saya  di  masa  yang  akan  datang dan mengharapkan kritik dan saran dari para pembaca.












Tulungagung,  April 2013


Penulis

DAFTAR ISI

Kata Pengantar                                                                                                                       ii
Daftar Isi                                                                                                                                 iv

BAB I : PENDAHULUAN                                                                                                  
A         Latar Belakang Masalah                                                                                             1
B         Rumusan Masalah                                                                                                       2
C         Tujuan Penulisan                                                                                                         2

BAB II : KAJIAN TEORI                                                                                                    
A.        Hakikat Keragaman dan Kesetaraan Manusia                                                               3
B.        Kemajemukan dalam Dinamika Sosial Budaya                                                             4
C.        Keragaman dan Kesetaraan sebagai Kekayaan Sosial Budaya Bangsa                         7
D.            Problematika Keragaman dan Kesetaraan dalam Kehidupan Masyarakat dan Negara 8

BAB III : PENUTUP                                                                                                            
 A.       Kesimpulan                                                                                                                   12
Daftar Pustaka                                                                                                                                      14

BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang Masalah
Dalam paham multikulturalisme, kesederajadan, dan atau kesetaraan sangat dihargai untuk semua budaya yang ada dalam masyarakat. Paham ini sebetulnya merupakan bentuk akomodasi dari budaya arus utama (besar) terhadap munculnya budaya-budaya kecil yang datang dari berbagai kelompok. Itulah sebabnya, penting sekarang ini membahas keragaman dan kesetaraan dalam hidup manusia. Untuk konteks Indonesia sebagai masyarakat majemuk, sehubungan dengan pentingnya ketiga hal tersebut : manusia, keragaman, dan kesetaraan, tatkala berbicara tentang keragaman, hal itu mesthi dikaitkan dengan kesetaraan. Mengapa? Karena keragaman tanpa kesetaraan akan memunculkan diskriminasi : kelompok etnis yang satu bisa memperoleh lebih dibanding yang lain; atau kelompok umur tertentu bisa mempunyai hak-hak khusus atas yang lainnya. Keragaman yang didasarkan pada kesetaraan akan mampu mendorong munculnya kreativitas, persaingan yang sehat dan terbuka, dan pada akhirnya akan memacu kesaling-mengertian. Perkembangan pembangunan yang terjadi dalam dua dekade terakhir di Indonesia menjadikan pertemuan antar orang dari berbagai kelompok suku dan budaya sangat mudah terjadi. Hal itu tentu saja akan menimbulkan banyak goncangan dan persoalan. Karena itu sebelum menjadi sebuah konflik yang keras, Indonesia sudah selayaknya mempersiapkan  masyarakatnya mengenai adanya keragaman. Keragaman itu supaya menghasilkan manfaat besar harus diletakkan dalam bingkai kebersamaan dan kesetaraan. Namun, sebelum membahas mengenai bagaimana memahami keragaman dan kesetaraan dan juga bagaimana mengelola keragaman yang ada dengan segala persoalan dan tantangannya, pembahasan akan dimulai dengan memusatkan perhatian pada manusia itu sendiri. Dalam perkembangan konteks kehidupan bermasyarakat yang terjadi secara cepat dan dramatis seringkali muncul ketegangan antara individualitas dan sosialitas. Bagaimana seorang manusia yang senantiasa berusaha mencari identitas diri harus melakukan akomodasi terhadap masyarakatnya yang juga terus berubah. Manusia baik sebagai pribadi maupun sebagai bagian dari masyarakat dikitari oleh berbagai hal yang menjadikannya selalu berada dalam ketegangan antara diri sendiri dan orang lain. Praktis komunikasi, sejarah yang melingkupinya, keberadaan orang lain, konsep mengenai masalalu, mas kini, dan mas depan juga merupakan hal-hal yang terus perlu dipertimbangkan ketika manusia menjalani hidupnya, baik sebagai individu maupun sebagai bagian dari sebuah masyarakat.

B.     Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dalam makalah “Hakikat Keragaman dan Kesetaraan Manusia sebagai Kekayaan Sosial Budaya” adalah sebagai berikut :
1.    Bagaimanakah hakikat keragaman dan kesetaraan manusia
2.    Bagaimanakah kemajukan dalam dinamika sosial budaya
3.    Bagaimanakah keragaman dan kesetaraan sebagai kekayaan sosial budaya bangsa
4.    Apa sajakah problematika keragaman dan kesetaraan dalam kehidupan masyarakat dan negara

C. Tujuan Penulisan
Tujuan dari penyusunan makalah “Hakikat Keragaman dan Kesetaraan Manusia sebagai Kekayaan Sosial Budaya” adalah sebagai berikut :
1.      Untuk mengetahui tentang hakikat keragaman dan kesetaraan manusia
2.      Untuk mengetahui tentang kemajemukan dalam dinamika sosial budaya
3.      Untuk mengetahui tentang keragaman dan kesetaraan sebagai kekayaan sosial budaya bangsa
4.      Untuk mengetahui problematika keragaman dan kesetaraan dalam kehidupan masyarakat dan negara



BAB II
KAJIAN TEORI

A.    Hakikat Keragaman dan Kesetaraan Manusia
Keragaman adalah suatu  kondisi dalam masyarakat dimana terdapat perbedaaan2 dalam berbagai bidang (masyarakat yang majemuk). Keragaman dalam masyarakat adalah sebuah keadaaan yang menunjukkan perbedaan yang cukup banyak macam atau jenisnya dalam masyarakat. Unsur keragamannya dapat dilihat dalam suku bangsa dan ras, agama dan keyakinan, ideologi dan politik, tata karma, kesenjangan ekonomi, dan kesenjangan sosial. Semua unsur tersebut merupakan hal yang harus dipelajari agar keragaman tersebut tidak membawa dampak yang buruk bagi kehidupan bermasyarakat.
Sedangkan kesetaraan manusia bermakna bahwa manusia sebagai mahkluk tuhan yang memiliki tingkatan atau kedudukan yang sama. Tingkatan atau kedudukan yang sama bersumber dari pandangan bahwa semua manusia tanpa dibedakan adalah diciptakan dengan kedudukan yang sama yaitu sebagai makhluk mulia dan tinggi derajatnya dibanding makhluk lain, dihadapan tuhan , semua manusia adalah sama derajat, kedudukan atau tingkatannya yang membedakannya adalah tingkat ketaqwaan manusia tersebut terhadap tuhan.
Manusia dalam kehidupan sehari-hari selalu berkaitan dengan konsep kesetaraan dan keragaman. Konsep kesetaraan (equity) bisa dikaji dengan pendekatan formal dan pendekatan substantif. Pada pendekatan formal kita mengkaji kesetaraan berdasarkan peraturan-peraturan yang berlaku, baik berupa undang-undang, maupuin norma, sedangkan pendekatan substantif mengkaji konsep kesetaraan berdasarkan keluaran / output, maupun proses terjadinya kesetaraan. Konsep kesetaraan biasanya dihubungkan dengan gender, status sosial, dan berbagai hal lainnya yang mencirikan perbedaan-perbedaan serta persamaan-persamaan. Sedangkan konsep keragaman merupakan hal yang wajar terjadi pada kehidupan dan kebudayaan umat manusia. Kalau kita perhatikan lebih cermat, kebudayaan Barat dan Timur mempunyai landasan dasar yang bertolak belakang. Kalau di Barat budayanya bersifat antroposentris (berpusat pada manusia) sedangkan Timur, yang diwakili oleh budaya India, Cina dan Islam, menunjukkan ciri teosentris (berpusat pada Tuhan.Dengan demikian konsep-konsep yang lahir dari Barat seperti demokrasi, mengandung elemen dasar serba manusia, manusia-lah yang menjadi pusat perhatiannya. Sedangkan Timur mendasarkan segala aturan hidup, seperti juga konsep kesetaraan dan keberagaman, berdasarkan apa yang diatur oleh Tuhan melalui ajaran-ajarannya.
Penilaian atas realisasi kesetaraan dan keragaman pada umat manusia, khususnya pada suatu masyarakat, dapat dikaji dari unsur-unsur universal kebudayaan pada berbagai periodisasi kehidupan masyarakat.Sehubungan dengan itu Negara kebangsaan Indonesia terbentuk dengan ciri yang amat unik dan spesifik. Berbeda dengan Jerman, Inggris, Perancis, Italia, Yunani, yang menjadi suatu negara bangsa karena kesamaan bahasa. Atau Australia, India, Sri Lanka, Singapura, yang menjadi satu bangsa karena kesamaan daratan. Atau Jepang, Korea, dan negara-negara di Timur Tengah, yang menjadi satu negara karena kesamaan ras. Indonesia menjadi satu negara bangsa meski terdiri dari banyak bahasa, etnik, ras, dan kepulauan. Hal itu terwujud karena kesamaan sejarah masa lalu; nyaris kesamaan wilayah selama 500 tahun Kerajaan Sriwijaya dan 300 tahun Kerajaan Majapahit dan sama-sama 350 tahun dijajah Belanda serta 3,5 tahun oleh Jepang.

B.     Kemajemukan dalam Dinamika Sosial Budaya
Keragaman atau kemajemukan dalam masyarakat selalu membawa perubahan dan perkembangan atau dinamika sehingga masyarakat menjadi dinamis. Kemajemukan dalam masyarakat dibedakan ke dalam dua hal yang saling berkaitan, yaitu:
  1. Kemajemukan Sosial
Kemajemukan social, berkaitan dengan relasi antar orang atau antar kelompok dalam masyarakat. Misalnya : perbedaan jenis kelamin, asal usul keluarga atau kesukuan, perbedaan ideology atau wawasan berpikir, perbedaan kepemilikan barang-barang atau pendapatan ekonomi. Kemajemukan social dapat dibedakan dalam 3 hal penting :
a.        Perbedaan Gender atau Seksualitas
Gender merupakan kerangka social yang diciptakan manusia untuk membedakan laki-laki dan dan perempuan. Kerangka social ini tidak dibangun secara ilmiah tetapi dibangun berdasarkan prasangka yang berkembang dalam masyarakat, misalnya perempuan selalu diidentikkan dengan manusia yang lemah dan cengeng, oleh karenanya wajar jika perempuan tidak diperbolehkan menjadi pemimpin dalam masyarakat. Padahal, tidak selalu setiap perempuan adalah seperti yang dibuat dalam kerangka gender tersebut. Sementara itu seksualitas adalah pembeda karena jenis kelamin. Karena perbedaan seks bersifat kodrati, maka yang bisa melahirkan dan menyusui hanyalah perempuan.
b.      Perbedaan Etnisitas, kesukuan, dan asal-usul keluarga
Dalam masyarakat kuno nama seseorang kadang menunjukkan derajat kebangsawanan mereka. Tetapi masyarakat modern sekarang ini tidak lagi mengaitkan nama dengan nama desa asal, tapi tergantung dari keluarga masing-masing pemilik nama. Sekarang banyak orang mengambil nama dari suku lain, bahkan bangsa lain yang tidak punya ikatan sama sekali. Terlepas dari perubahan apapun yang terjadi, etnisitas, kesukuan, dan asal-usul keluarga merupakan cirri pembeda seseorang, kendatipun kemurniannya mulai menipis lantaran frekuensi perkawinan campur antar antarsuku mulai meningkat.
c.       Perbedaan Ekonomi
Perbedaan ini paling mudah dilihat, yang dalam terminology Marxisme tampak sebagai perbedaan kelas social (golongan kaya-miskin), yang sering menimbulkan ketegangan dan konflik antar golongan.   
  1. Kemajemukan Budaya
Kemajemukan budaya, berkaitan dengan kebiasaan-kebiasaan dalam menjalani hidup. Misalnya: cara memandang dan menyelesaikan persoalan, cara beribadah, perbedaan dalam menerapkan pola pengelolan keluarga; atau singkatnya dapat disebutkan bagaimana seseorang memandang dunia, masyarakat dan kehidupan di dalamnya.
Keragaman atau kemajemukan merupakan kenyataan sekaligus keniscayaan dalam kehidupan di masyarakat. Keragaman merupakan salah satu realitas utama yang dialami masyarakat dan kebudayaan di masa silam, kini dan di waktu-waktu mendatang sebagai fakta,  keragaman sering disikapi secara berbeda. Di satu sisi diterima sebagai fakta yang dapat memperkaya kehidupan bersama, tetapi di sisi lain dianggap sebagai faktor penyulit. Kemajemukan bisa mendatangkan manfaat yang besar, namun bisa juga menjadi pemicu konflik yang dapat merugikan masyarakat sendiri jika tidak dikelola dengan baik.
Keragaman budaya sangat erat kaitannya dengan kebiasaan-kebiasaan dalam menjalani hidup semisalnya cara menjalani hidup, cara memandang dan menyelesaikan persoalan, cara beribadah sebagai ekspresi keyakinan kepada Tuhan, cara memandang dunia, masyarakat beserta kehidupan di dalamnya. Contohnya : mengapa ada orang yang percaya dan memilih dukun untuk mengatasi masalah kesehatan, bukannya mencari dokter. Demikian pula dalam hal mendidik anak dalam keluarga. Ada yang menekankan bahwa berselisih pendapat dengan orang lain itu dianggap tidak sopan  dan mengggangu ketentraman. Karena itu, ada keluarga yang mendidik untuk tidak membantah orang lain. Keluarga ini ketika mendapat seorang aak kecil berdepat dengan orang tuanya merasa bahwa anak tersebut tidak sopan, kurang pendidikan, bahkan nakal dan kuarang ajar. Hal ini menimbulkan persoalan bagi keluarga yang tidak menekankan pendidikan bahwa anak harus penurut.
Keragaman budaya juga menjadi persoalan ketika dikaitkan dengan perbedaan sosial. Munculah pandangan stereotip yaitu pandangan tentang sekelompok orang yang didefinisikan karakternya kedalam grup. Pandangan tersebut bisa bersifat positif atau negatif. Sebagai contoh, suatu bangsa dapat distereotipkan sebagai bangsa yang ramah atau tidak ramah.
Biasanya ciri-ciri dalam stereotip kebanyakan negatif, seperti cara bicara dan perilaku orang batak kasar, cara bicara dan perilaku orang jawa lamban, orang cina pelit dan orang madura suka berkelahi. Sejarah juga menjelaskan bahwa perbedaan budaya dan stereotip telah menimbulkan banyak persoalan. Sindiran atau pelecehan tehadap budaya pernah terjadi dalam sejarah kehidupan manusia seperti budaya atau orang tertentu sudah di cap buruk. Karena itu dalam sejarah pernah terjadi pertobatan budaya. Penginjilan dan atau dakwah dari agama tertentu pada masa lampau mencerminkan pandangan yang menganggap bahwa suatu budaya tertentu lebih rendah dari budaya lain misalnya dalam konteks kekristenan sejarah pengijilan selalu terkait dengan perendahan dan pelecehan budaya bahwa semua orang harus bertobat dan masuk agama kristen yang baru dan menyelamatkan. Istilah budaya yang tinggi merupakan milik keraton yang dipertentagkan dengan kebudayaan rakyat, milik orang biasa dan miskin merupakan bentuk upaya membedakan sekaligus sindiran dan pelecehan antara suatu budaya dengan yang lain. Sekarang ini muncul budaya global yang datang dari barat dan negara maju berhadapan dengan budaya lokal. Budaya global tersebut  memberikan dampak positif dan negatif bagi budaya lokal.

C.    Keragaman dan Kesetaraan sebagai Kekayaan Sosial Budaya Bangsa
Keragaman bangsa terutama karena adanya kemajemukan etnik, disebut juga suku bangsa atau suku. Beragamnya etnik di Indonesia menyebabkan banyak ragam budaya, tradisi, kepercayaan, dan pranata kebudayaan lainnya karena setiap etnis pada dasarnya menghasilkan kebudayaan. Masyarakat Indonesia adalah masyarakat yang multikultur artinya memiliki banyak budaya.
Etnik atau suku merupakan identitas sosial budaya seseorang. Artinya identifikasi seseorang dapat dikenali dari bahasa, tradisi, budaya, kepercayaan, dan pranata yang dijalaninya yan gbersumber dari etnik dari mana ia berasal. Namun dalam perkembangan berikutnya, identitas sosial budaya seseorang tidak semata-mata ditentukan dari etniknya. Identitas seseorang mungkin ditentukan dari golongan ekonomi, status sosial, tingkat pendidikan, profesi yang digelutinya, dan lain-lain. Identitas etnik lama-kelamaan bisa hilang, misalnya karena adanya perkawinan campur dan mobilitas yang tinggi.
Kemajemukan adalah karakteristik sosial budaya Indonesia. Selain kemajemukan, karakteristik Indonesia yang lain adalah sebagai berikut (Sutarno, 2007) :
1.       Jumlah penduduk yang besar
2.      Wilayah yang luas
3.      Posisi hilang
4.      Kekayaan alam dan daerah tropis
5.      Jumlah pulau yang banyak
6.      Persebaran pulau
Kesetaraan atau kesederajatan menunjuk pada adanya persamaan kedudukan, hak dan kewajiban sebagai manusia. Kesetaraan dalam derajat kemanusiaan dapat terwujud dalam praktik nyata dengan adanya pranata-pranata sosial, terutama pranata hukum, yang merupakan mekanisme kontrol yang secara ketat dan adil mendukung dan mendorong terwujudnya prinsip-prinsip kesetaraan dalam kehidupan nyata. Kesetaraan derajat individu melihat individu sebagai manusia yang berderajat sama dengan meniadakan hierarki atau jenjang sosial yang menempel pada dirinya berdasarkan atas asal rasial, sukubangsa, kebangsawanan, atau pun kekayaan dan kekuasaan.
Pengakuan akan prinsip kesetaraan dan kesedarajatan itu secara yuridis diakui dan dijamin oleh negara melalui UUD’45. Warga negara tanpa dilihat perbedaan ras, suku, agama, dan budayanya diperlakukan sama dan memiliki kedudukan yang sama dalam hukum dan pemerintahan negara Indonesia mengakui adanya prinsip persamaan kedudukan warga negara. Hal ini dinyatakan secara tegas dalam Pasal 27 ayat (1) UUD’45 bahwa “segala warga Negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya”.
Dinegara demokrasi, kedudukan dan perlakuan yang sama dari warga Negara merupakan ciri utama sebab demokrasi menganut prinsip persamaan dan kebebasan. Persamaan kedudukan di antara warga Negara, misalnya dalam bidang kehidupan seperti persamaan dalam bidang politik, hukum, kesempatan, ekonomi, dan sosial.

D.    Problematika Keragaman dan Kesetaraan dalam Kehidupan Masyarakat dan Negara
1.      Problem Keragaman Serta Solusinya Dalam Kehidupan
Masyarakat majemuk atau masyarakat yang beragam selalu memiliki sifat-sifat dasar sebagai berikut :
a.       Terjadinya segmentasi ke dalam kelompok-kelompok yang sering kali memiliki kebudayaan yang berbeda.
b.      Memiliki strutkutr sosial yang terbagi-bagi ke dalam lembaga-lembaga yang bersifat nonkomplementer.
c.       Kurang mengembangkan consensus di antara para anggota masyarakat tentan nilai-nilai sosial yang bersifat dasar.
d.       Secara relatif, sering kali terjadi konflik di antara kelompok yang satu dengan yang lainnya.
e.       Secara relatif, integrasi sosial tumbuh di atas paksaan dan saling ketergantungan di dalam bidang ekonomi.
f.       Adanya dominasi politik oleh suatu kelompok terhadap kelompok yang lain.

Keragaman adalah modal, tetapi sekaligus potensi konflik. Keragaman budaya daerah memang memperkaya khazanah budaya dan menjadi modal yang berharga untuk membangun Indonesia yang multicultural. Namun, kondisi aneka budaya itu sangat berpotensi memecah belah dan menjadi lahan subur bagi konflik dan kecemburuan sosial.
Konflik atau pertentangan sebenarnya terdiri dari dua fase, yaitu fase disharmoni dan fase disintegrasi. Disharmoni menunjuk pada adanya perbedaan pandangan tentang tujuan, nilai, norma, dan tindakan antarkelompok. Disintegrasi merupakan fase di mana sudah tidak dapat lagi disatukannya pandangan, nilai, norma, dan tindakan kelompok yang menyebabkan pertentangan antarkelompok.
Konflik horizontal yang terjadi bukan disebabkan oleh adanya perbedaan atau keragaman itu sendiri. Adanya perbedaan ras, etnik, dan agama tidaklah harus menjadikan kita bertikai dengan pihak lain. Yang menjadi penyebab adalah tidak adanya komunikasi dan pemahaman pada berbagai kelompok masyarakat dan budaya lain, inilah justru yang dapat memicu konflik. Kesadaranlah yang dibutuhkan untuk menghargai, menghormati, serta menegakkan prinsip kesetaraan atau kesederajatan antar masyarakat tersebut. Satu hal yang penting adalah meningkatkan pemahaman antar budaya dan masyarakat yang mana sedapat mungkin menghilangkan penyakit budaya. Penyakit budaya tersebut adalah etnosentrisme stereotip, prasangka, rasisme, diskriminasi, dan space goating. (Sutarno, 2007).
Etnosentrisme adalah kecenderungan untuk menetapkan semua norma dan nilai budaya orang lain dengan standar budayanya sendiri. Stereotip adalah pemberian sifat tertentu terhadap seseorang berdasarkan kategori yang bersifat subjektif, hanya karena dia berasal dari kelompok yang berbeda. Prasangka adalah sikap emosi yang mengarah pada cara berpikri dan berpandangan secara negative dan tidak melihat fakta yang nyata ada. Rasisme bermakna anti terhadap ras lain atau ras tertentu di luar ras sendiri. Diskriminasi merupakan tindakan yang membeda-bedakan dan kurang bersahabat dari kelompok dominan terhadap kelompok subordinasinya. Space goating artinya pengkambinghitaman.
Solusi lain yang dapat dipertimbangkan untuk memperkecil masalah yang diakibatkan oleh pengaruh negates dari keragaman adalah sebagai berikut :
a.       Semangat religious
b.      Semangat nasionalisme
c.       Semangat pluralisme
d.      Dialog antar umat beragama
e.       Membangun suatu pola komunikasi untuk interaksi maupun konfigurasi hubungan antaragama, media massa, dan harmonisasi dunia.

2.      Problem Kesetaraan serta Solusinya dalam Kehidupan

Prinsip kesetaraan atau kesederajatan mensyaratkan jaminan akan persamaan derajat, hak, dan kewajiban. Indicator kesederajatan adalah sebagai berikut :
a.       Adanya persamaan derajat dilihat dari agama, suku bangsa, ras, gender, dan golongan
b.      Adanya   persamaan hak dari segi pendidikan, pekerjaan, dan kehidupan yang layak
c.       Adanya persamaan kewajiban sebagai hamba Tuhan, individu, dan anggota masyarakat.

Problem yang terjadi dalam kehidupan, umumnya adalah munculnya sikap dan perilaku untuk tidak mengakui adanya persamaan derajat, hak, dan kewajiban antarmanusia atau antarwarga. Perilaku yang membeda-bedakan orang disebut diskriminasi. Upaya untuk menekan dan menghapus praktik-praktik diskriminasi adalah melalui perlindungan dan penegakan HAM disetiap ranah kehidupan manusia. Seperti negara kita Indonesia yang berkomitmen untuk melindungi dan menegakkan hak asasi warga negara melalui Undang-Undang No. 39 Tahun 1999 tentang HAM.
Pada tataran operasional, upaya mewujudkan persamaan di depan hukum dan penghapusan diskriminasi rasial antara lain ditandai dengan penghapusan Surat Bukti Kewarganegaraan Republik Indonesia (SBKRI) melalui keputusan Presiden No. 56 Tahun 1996 dan Instruksi Presiden No. 4 Tahun 1999. Disamping itu, ditetapkannya Imlek sebagai hari libur nasional menunjukkan perkembangan upaya penghapusan diskriminasi rasial telah berada pada arah yang tepat.
Rumah tangga juga merupakan wilayah potensial terjadinya perilaku diskriminatif. Untuk mencegah terjadinya perilaku diskriminatif dalam rumah tangga, antara lain telah ditetapkan Undang-Undang No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak dan Undang-Undang No. 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT).



BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan

Keragaman dalam masyarakat adalah sebuah keadaaan yang menunjukkan perbedaan yang cukup banyak macam atau jenisnya dalam masyarakat, Sedangkan kesetaraan manusia bermakna bahwa manusia sebagai mahkluk tuhan yang memiliki tingkatan atau kedudukan yang sama.
Keragaman atau kemajemukan dalam masyarakat selalu membawa perubahan dan perkembangan atau dinamika sehingga masyarakat menjadi dinamis. Kemajemukan dalam masyarakat dibedakan ke dalam dua hal yang saling berkaitan, yaitu: Kemajemukan Sosial dan Kemajemukan Budaya. Keragaman budaya sangat erat kaitannya dengan kebiasaan-kebiasaan dalam menjalani hidup semisalnya cara menjalani hidup, cara memandang dan menyelesaikan persoalan, cara beribadah sebagai ekspresi keyakinan kepada Tuhan, cara memandang dunia, masyarakat beserta kehidupan di dalamnya. Keragaman bangsa terutama karena adanya kemajemukan etnik, disebut juga suku bangsa atau suku. Beragamnya etnik di Indonesia menyebabkan banyak ragam budaya, tradisi, kepercayaan, dan pranata kebudayaan lainnya karena setiap etnis pada dasarnya menghasilkan kebudayaan. Masyarakat Indonesia adalah masyarakat yang multikultur artinya memiliki banyak budaya. Pengakuan akan prinsip kesetaraan dan kesedarajatan itu secara yuridis diakui dan dijamin oleh negara melalui UUD’45. Warga negara tanpa dilihat perbedaan ras, suku, agama, dan budayanya diperlakukan sama dan memiliki kedudukan yang sama dalam hukum dan pemerintahan negara Indonesia mengakui adanya prinsip persamaan kedudukan warga negara. Hal ini dinyatakan secara tegas dalam Pasal 27 ayat (1) UUD’45 bahwa “segala warga Negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya”.
Keragaman dan kesetaraan dalam kehidupan masyarakat dan negara akan menimbulkan beberapa konflik atau pertentangan, yang secara umum terdiri dari dua fase, yaitu fase disharmoni dan fase disintegrasi. Disharmoni menunjuk pada adanya perbedaan pandangan tentang tujuan, nilai, norma, dan tindakan antarkelompok. Disintegrasi merupakan fase di mana sudah tidak dapat lagi disatukannya pandangan, nilai, norma, dan tindakan kelompok yang menyebabkan pertentangan antarkelompok. Ada beberapa solusi yang dapat dipertimbangkan untuk memperkecil konflik-konflikyang muncul dari keragaman adalah sebagai berikut : Semangat religious, semangat nasionalisme, semangat pluralisme, dialog antar umat beragama, dan ,embangun suatu pola komunikasi untuk interaksi maupun konfigurasi hubungan antaragama, media massa, dan harmonisasi dunia.

DAFTAR PUSTAKA

Giri Wiloso, Pamerdi, dkk. 2010. Ilmu Sosial dan Budaya Dasar, Salatiga: Widya Sari

Poerwanto, Hari. 2008. Kebudayaan dan Lingkungan. Yogyakarta : Pustaka Pelajar.
Wahyono, Tries Edy. 2009. Pendidikan Multikultural. Malang : Surya Pena Gemilang.
Susanto. Astrid. 1985. Pengantar Sosiologi dan Perubahan Sosial. Binacipta


Tidak ada komentar:

Posting Komentar